Minggu pagi ini Salsa bangun lebih pagi dari biasanya karena ia sudah memiliki janji dengan teman-temannya untuk jalan pagi bersama. Disaat Salsa baru saja beranjak dari kasurnya, telepon genggamnya berdering tanda ada sms masuk. Safira segera membuka sms itu.
Pagi sa!!! Hari ini jadi kan? Nanti kita jemput di rumah lo jam 6 ;)
Ternyata itu adalah sms dari temannya, Nena. Salsa segera membalas sms Nena itu.
Oke. Gue tunggu ya na
Safira pun bergegas untuk mandi dan sarapan agar tidak telat ketika teman-temannya menjemputnya. Setelah ia selesai bersiap-siap dan menunggu teman-temannya sekitar lima menit, Salsa yang kini berpakaian kaos berwarna ungu dengan celana training dan sepatu sneakers segera berpamitan kepada mamanya dan menghampiri teman-temannya yang baru saja menjemputnya. Salah seorang dari mereka, yaitu Refa langsung menyapa Salsa, “Eh, Salsa udah siap?” Tak lama teman-teman lainnya menyoraki Refa dan Salsa “Cieeeeee!!!” Muka Salsa dan Refa pun berubah menjadi merah “Apaan sih kalian, udah yuk kita langsung ke taman kota aja.” Kata Salsa tersipu malu. Mereka pun berlari-lari kecil hingga sampai di taman kota.
Sesampainya di taman kota, mereka berlari di jogging track beberapa putaran. Setelah cukup lelah mereka pun membeli bubur untuk mengisi perut mereka. Saat sedang memakan bubur, Winda memperhatikan wajah Salsa yang murung. “Lo kenapa sa? Kok murung? Kan ada Refa hehe” “aduuuh, Refa melulu. Enggak, gue lagi mikir, kalo Litta sama sahabat-sahabat gue yang lain tau kalo gue jalan sama kalian, gimana ya? Apa kita bakal berantem lagi?” “sa, kita bakal ngerahasiain ini kok. Lo ga usah murung gitu, biarin aja mereka gak tau, mungkin itu lebih baik, sa.” Kata Winda menenangkan.
Safira memang memiliki banyak teman, tetapi ia memiliki sahabat terdekat yaitu Litta, Tania, Diva dan Lala. Namun sekarang, Salsa sedang bersama orang-orang lain yang juga dekat dengannya. Ia sangat bimbang, haruskah dia memberitahu Litta dan sahabatnya yang lain? Atau haruskah Ia diam dan mengubur dalam-dalam keceriaannya bersama teman-temannya yang lain? Hari itu menjadi hari paling membingungkan bagi Salsa. Ia terlihat murung diantara teman-temannya yang lain. Salsa semakin murung ketika mendapat sms dari Diva, Sa, Lo tau gak? Gue lagi sebel banget nih sama Nena! Ih! Liat mukanya aja udah males!
Hati Salsa tersentak ketika menerima sms itu. Ia langsung berpikir apa balasan yang tepat untuk membalas sms Diva. Terlintas dipikiran Safira bahwa Ia juga pernah cemburu kepada Nena karena sempat dekat dengan Refa, orang yang Salsa suka. Salsa pun membalas
Iya, Lo tau sendiri kan Nena kayak gitu? Sabar ya Div, lo tau Nena itu kayak apa ;)
Disaat seperti ini, Salsa sadar apa yang dilakukannya itu adalah salah. Ia bermuka dua. Padahal, ia sedang bercengkrama dengan Nena, tetapi malah mengirim sms seperti itu kepada Diva. Karena sudah tidak kuat dengan semua keadaan ini, Salsa pun meminta pulang. Teman-teman Salsa yang mengerti keadaan Salsa pun mengantar Salsa pulang dan terus menenangkan Salsa dan berjanji bahwa sahabat-sahabat Salsa tidak akan tahu adanya acara ini, terlebih sahabat-sahabat Salsa sedang mempunyai masalah dengan Nena dan teman-temannya.
Waktu terus berlalu, kini sudah sebulan sejak acara jalan pagi Salsa bersama teman-temannya yang lain. Dan masalah antara Diva dan Nena belum juga berakhir. Kini, Salsa dan Refa sudah resmi berpacaran dan Litta dan sahabat-sahabatnya yang lain mendukung hubungan mereka. Hingga suatu hari di bulan itu saat sedang ada acara sekolah, Salsa dan sahabat-sahabatnya yang lain menjadi panitia, begitu juga Refa. Disaat mereka sedang beristirahat, Tania iseng meminjam telepon genggam Refa. Raut muka Tania, Litta, Diva dan Lala yang tadinya biasa saja berubah menjadi raut wajah kesal ketika mengutak-atik telepon genggam Refa. Ternyata Litta melihat foto Salsa dan Refa ketika mereka jalan pagi bersama di telepon genggam Refa. Sahabat-sahabat Salsa merasa dibohongi dan dikhianati oleh Salsa. Salsa tidak dapat berkata apa-apa. Ia hanya terdiam menahan air matanya. Sementara Refa merasa sangat terpukul dan bersalah atas ketidak sengajaannya sehingga menimbulkan masalah lain. Disaat suasana sedang hening, terdengar teriakan Tania yang menyentakkan hati Salsa “kepercayaan! Lo sia-siain kepercayaan yang udah kita kasih! Makasih ya! Terima kasih banyak!”
Dari situ, berlanjutlah masalah Salsa dengan sahabat-sahabatnya. Litta dan sahabatnya yang lain menulis berbagai macam sindiran di jejaring sosial untuk Salsa. Banyak yang mendukung Litta dan banyak juga yang merasa simpati kepada Salsa. Salsa tidak kuat dengan semua sindiran itu, dengan rasa ketakutan yang menguasai tubuhnya, Salsa berusaha meminta maaf kepada Litta dan sahabat-sahabatnya yang lain. Namun, bukannya dimaafkan, Salsa malah lebih dihujat ketika meminta maaf. Sahabat-sahabat Salsa tidak bisa lagi memaafkan Salsa. Mereka tidak mau lagi menganggap Salsa sebagai sahabatnya lagi.
Disisi lain, Salsa mendapat perhatian dan pengertian lebih dari Nena, Refa dan teman-temannya yang lain. Mereka masih mau menjadi teman Salsa walaupun harus menerima hujatan jika mereka berteman dengan Salsa. Sejak saat itu, Safira lebih sering-bermain dengan Nena dan teman-temannya walaupun masih ada rasa bersalah atas apa yang dilakukannya dahulu.
Litta dan teman-temannya tidak lagi mengenal Salsaa. Orang yang dulu sangat dekat dengan mereka. Bahkan mereka tidak tahu kabar dari Salsa.
Sudah lama mereka tidak mendengar kabar tentang Salsa, mereka juga jarang melihat Salsa bersama Nena, Winda ataupun Refa. Namun, mereka tidak terlalu memikirkannya.
Hari demi hari terus berlalu. Matahari dan bulan tetap menjalankan tugasnya setiap hari. Tetapi tidak tampak seorang yang dulu begitu bersinar, begitu cemerlang, seorang Salsa. “Apa sebaiknya kita kasih tau keadaan Salsa ke Litta?” Kata Nena dihadapan sahabat-sahabat baru Salsa. “Ya, menurut gue sih itu lebih baik. Biar semuanya cepet selesai. Gue kasian sama Salsa.” Setelah perbincangan yang melibatkan kesedihan dan keharuan itu, Nena dan Refa memberanikan diri berbicara kepada Litta.
“Ta, ada sesuatu yang harus lo tau.” Kata Refa. “Apaan?” Litta menjawab. “Mmmm.. Salsa, Ta.” Nena terbata-bata. “Safira? Ah salsa lagi! Terserah salsa kenapa! Gue gak peduli! Emangnya dia dulu peduli sama gue? Engga!” Litta langsung pergi begitu saja. Nena dan Refa hanya terdiam. Nena tidak dapat menahan air matanya, Ia menangis disamping Refa.
Seminggu kemudian, di pagi yang sunyi di sekolah tersiar kabar meninggalnya Salsa karena leukimia. Semua murid tercengang dan hampir tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Litta dan teman-temannya segera menemui Nena dan teman-temannya. Mereka tidak dapat berkata-kata. Litta menangis sejadi-jadinya. Terlebih setelah Nena memberikan surat-surat dari Salsa untuk Litta, Tania, Diva dan Lala. Sala satunya berbunyi…
La, Tan, Div, Ta, ini permintaan maaf terakhir gue sebelum gue pergi ninggalin kalian semua untuk selamanya. Gue akan terus minta maaf sama kalian sampe tangan dan mulut gue gak bisa lagi nyampein permintaan maaf itu. Sampe kapan pun, kalian itu sahabat gue walaupun kalian gak bisa anggep gue sahabat kalian. Sekali lagi, gue minta maaf. Gue ga akan tenang disana nanti kalo kalian belum bisa maafin gue. Makasih J
Mereka pun tersentuh dan dapat memaafkan kesalahan Salsa walaupun kini mereka tidak dapat menyentuh ataupun melihat Salsa lagi. “Kita maafin lo, Sa. Maafin kita yang gak bisa terima maaf lo.” Kata mereka tersedu-sedu.
Bagaimana pun juga, maaf merupakan sesuatu yang penting dalam hidup. Tanpa ada kata maaf, tidak ada perdamaian di dunia ini. Tidak ada yang dapat bersatu tanpa kata maaf. Belajarlah meminta maaf dengan tulus dan memaafkan kesalahan orang lain, sebelum penyesalan tiba tanpa kita duga.
hhhhmmmmm.. cerpen ini mengingatkan gue tentang kehidupan gue~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar